Thursday, June 20, 2019

EDUCATION: studi kasus rabies dilihat dari sudut pandang lingkungan



BAB I
A.    Pendahuluan
Penyakit rabies dikenal dengan penyakit anjing gila yang disebabkan oleh virus rabies yang menyebabkan luka pada jaringan otak. Virus ini terdapat pada ludah penderita kemudian masuk dalam badan penderita (korban) melalui luka gigitan, melewati urat syaraf dan masuk dalam sum-sum tulang belakang dan otak (Sudradjat, 2000). Rabies merupakan penyakit menular, bersifat zoonosis dan sulit diberantas, pada hewan dan manusia selalu diakhiri dengan kematian. Penyakit ini menimbulkan kekuatiran, rasa takut dan keresahan bagi masyarakat (Anonimous, 2006). Cara Penularan penyakit rabies ini disebabkan oleh virus Lysavirus dari family Rhapdoviridae. Tipe Rabies menurut Hiswani (2003) pada hewan penular rabies ada dua tipe dengan gejala-gejala: Rabies Ganas dan Rabies Tenang. Rabies disebabkan oleh virus neurotropik yang merupakan virus dengan sasaran akhirnya pusat susunan syaraf, otak dan sumsum tulang belakang dari hewan berdarah panas dan manusia (Subroto, 2006).
Menurut Soeharsono (2002) virus rabies dikeluarkan bersama air hewan yang terinfeksi dan ditularkan melalui gigitan atau jilatan Hewan Penular Rabies (HPR), terutama anjing, kucing dan kera (Depkes, 2000). Hewan lain misalnya sapi, kerbau, kambing, domba, babi dan manusia juga  dilaporkan terjangkit virus rabies (Subroto, 2006). Setelah virus rabies masuk melalui luka gigitan, maka selama 2 minggu virus tetap tinggal pada tempat masuk dan di dekatnya, kemudian bergerak mencapai ujung-ujung serabut saraf posterior tanpa menunjukkan perubahan-perubahan fungsinya. Masa inkubasi bervariasi yaitu berkisar antara 2 minggu sampai 2 tahun, tetapi pada umumnya 3-8 minggu, berhubungan dengan jarak yang harus ditempuh oleh virus sebelum mencapai otak. Sesampainya di otak virus kemudian memperbanyak diri dan menyebar luas dalam semua bagian neuron, terutama mempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel sistem limbik, hipotalamus dan batang otak. Setelah memperbanyak diri dalam neuron-neuron sentral, virus kemudian kearah perifer dalam serabut saraf eferen dan pada saraf volunter maupun saraf otonom. Dengan demikian virus menyerang hampir tiap organ dan jaringan didalam tubuh, dan berkembang biak dalam jaringan-jaringannya, seperti kelenjar ludah, ginjal, dan sebagainya.
Di seluruh dunia tiap tahun diperkirakan 24.000 orang digigit anjing dan hewan lainnya yang menderita rabies. Manusia yang menderita rabies selalu berakhir dengan kematian (100% case fatality rate) (Subroto, 2006). Kejadian pertama kali di Indonesia pada tahun 1984, pada tahun 1985 di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta terjangkit wabah rabies yang menyebabkan kematian 5 orang (Tagueha AD dan Heru S, 2002). Kasus rabies diperkirakan sekitar 35.000 kasus di seluruh dunia (Faisal, 2004). Di Indonesia rabies masih menjadi masalah kesehatan di 22 provinsi (Windiyaningsih, 2004). Jumlah rata-rata per tahun kasus gigitan pada manusia oleh HPR tiga tahun terakhir (1995-1997) 15.000 kasus, diantaranya 8.550 ( 57%) diberikan Vaksin Anti Rabies (VAR) dan 662 (1,5%) diberikan kombinasi VAR dan SAR (Serum Anti Rabies). Kasus rabies rata-rata per tahun 59 pada manusia, 2.244 spesimen hewan yang diperiksa, 1.327 (59 %) menunjukan positif rabies (Depkes RI, 2005).

B.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengaruh lingkungan pada penyebaran kasus rabies












BAB II
A.    Pembahasan
Di seluruh dunia tiap tahun diperkirakan 24.000 orang digigit anjing dan hewan lainnya yang menderita rabies. Manusia yang menderita rabies selalu berakhir dengan kematian (100% case fatality rate) (Subroto, 2006). Kejadian pertama kali di Indonesia pada tahun 1984, pada tahun 1985 di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta terjangkit wabah rabies yang menyebabkan kematian 5 orang (Tagueha AD dan Heru S, 2002). Kasus rabies diperkirakan sekitar 35.000 kasus di seluruh dunia (Faisal, 2004). Di Indonesia rabies masih menjadi masalah kesehatan di 22 provinsi (Windiyaningsih, 2004). Jumlah rata-rata per tahun kasus gigitan pada manusia oleh HPR tiga tahun terakhir (1995-1997) 15.000 kasus, diantaranya 8.550 ( 57%) diberikan Vaksin Anti Rabies (VAR) dan 662 (1,5%) diberikan kombinasi VAR dan SAR (Serum Anti Rabies). Kasus rabies rata-rata per tahun 59 pada manusia, 2.244 spesimen hewan yang diperiksa, 1.327 (59 %) menunjukan positif rabies (Depkes RI, 2005).
Rabies disebabkan oleh virus rabies yang masuk ke keluarga Rhabdoviridae dan genus Lysavirus. Karakteristik utama virus keluarga Rhabdoviridae adalah hanya memiliki satu utas negatif RNA yang tidak bersegmen. Virus ini hidup pada beberapa jenis hewan yang berperan sebagai perantara penularan. Spesies hewan perantara bervariasi pada berbagai letak geografis. Hewan-hewan yang diketahui dapat menjadi perantara rabies antara lain rakun (Procyon lotor) dan sigung (Memphitis memphitis) di Amerika Utara, rubah merah (Vulpes vulpes) di Eropa, dan anjing di Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Afrika, Asia, dan Amerika Latin memiliki tingkat rabies yang masih tinggi. Hewan perantara menginfeksi inang yang bisa berupa hewan lain atau manusia melalui gigitan. Infeksi juga dapat terjadi melalui jilatan hewan perantara pada kulit yang terluka. Penyakit ini sering terjadi di lingkungan dimana hewan yang dapat terkontaminasi virus rabies lebih banyak daripada orang yang tinggal di lingkungan tersebut. Penyebaran penyakit rabies terjadi dimana-mana dari daerah kutub hingga daerah tropis dengan demikian kondisi iklim dan musim tidak mempengaruhi secara langsung kejadian rabies di suatu daerah. Kejadian rabies akan sangat tinggi pada saat hewan mulai bergerak dan beraktivitas mencari makan atau perkawinan, semakin luas dan jauh wilayah yang dijelajahi induk semang rabies kemungkinan tersebarnya rabies semakin besar.
Direktorat Jenderal Produksi Peternakan, Departemen Pertanian menyatakan bahwa daerah kota lebih jarang terjadinya kasus rabies daripada daerah pedesaan. Di beberapa negara industri, kontrol dilakukan dengan pemberian vaksin oral pada hewan liar atau vaksinasi parenteral pada hewan domestik. Pelaksanaan program vaksinasi ini menyebabkan penurunan angka kematian di negara industri. Penularan Rabies di lapangan (rural rabies) berawal dari suatu kondisi anjing yang tidak dipelihara dengan baik atau anjing liar yang merupakan cirri khas yang ada di pedesaan yang berkembang sangat fluktuatif dan sulit dikendalikan. Suatu kondisi yang sangat kondusif untuk menjadikan suatu daerah dapat bertahan menjadi daerah endemis. Secara alami dan yang sering terjadi pola penyebaran Rabies. Pada umumnya manusia merupakan dead end atau terminal akhir dari korban gigitan. Anjing liar, anjing peliharaan yang menjadi liar maupun anjing peliharaan, setiap saat dapat menggigit manusia. Sementara itu anjing liar, anjing peliharaan yang menjadi liar dan anjing pelihara dapat saling menggigit satu sama lain. Kalau salah satu diantara anjing yang menggigit tersebut positif Rabies, maka akan terjadi kasus-kasus positif (+) Rabies (Civas, 2011).












BAB III
A.    Penutup
            Di seluruh dunia tiap tahun diperkirakan 24.000 orang digigit anjing dan hewan lainnya yang menderita rabies. Manusia yang menderita rabies selalu berakhir dengan kematian. Dengan menggunakan konsep epidemiologi yaitu Trias Politica. Salah satunya yaitu lingkungan. Dimana lingkungan sangat berperan aktif dalam penularan virus Rabies. Penyebaran penyakit rabies terjadi dimana-mana dari daerah kutub hingga daerah tropis dengan demikian kondisi iklim dan musim tidak mempengaruhi secara langsung kejadian rabies di suatu daerah. Kejadian rabies akan sangat tinggi pada saat hewan mulai bergerak dan beraktivitas mencari makan atau perkawinan, semakin luas dan jauh wilayah yang dijelajahi induk semang rabies kemungkinan tersebarnya rabies semakin besar.
 













Daftar Pustaka

Madding, Majematang dan Fridolina Mau. 2014. Situasi Rabies dan Upaya Penanganan di Kabupaten Flores Timur Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jurnal Ekologi Kesehatan. Vol. 13, No. 2 (137-145)
Parwis, Muhammad, Teuku Reza Ferasyi dan Muhammad Hambal, dkk. 2014. Kajian Pengetahuan, Sikap, Dan Tindakan Masyarakat Dalam Mewaspadai Gigitan Anjing Sebagai Hewan Penular Rabies (HPR) Di Kota Banda Aceh. Jurnal Medika Veterinaria. Vol.10 (1)
Mau, Fridolina, Yustino Desato dan Bernadus Yuliadi, dkk. Pemetaan Daerah Penyebaran Kasus Rabies Dengan Metode Gis (Geographical Informasion System) Di Kabupaten Sikka Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jurnal Vektoral III. Vol 1.
Sopi, Ira Indriati dan Fridolina Mau. 2015. Gambaran Rabies Di Kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2006-2014. Jurnal Balaba. Vol. 11 (1)

No comments:

Post a Comment