BAB
I
A.
Pendahuluan
Penyakit rabies
dikenal dengan penyakit anjing gila yang disebabkan oleh virus rabies yang
menyebabkan luka pada jaringan otak. Virus ini terdapat pada ludah penderita
kemudian masuk dalam badan penderita (korban) melalui luka gigitan, melewati
urat syaraf dan masuk dalam sum-sum tulang belakang dan otak (Sudradjat, 2000).
Rabies merupakan penyakit menular, bersifat zoonosis dan sulit
diberantas, pada hewan dan manusia selalu diakhiri dengan kematian. Penyakit
ini menimbulkan kekuatiran, rasa takut dan keresahan bagi masyarakat
(Anonimous, 2006). Cara Penularan penyakit rabies ini disebabkan oleh virus Lysavirus
dari family Rhapdoviridae. Tipe Rabies menurut Hiswani (2003) pada
hewan penular rabies ada dua tipe dengan gejala-gejala: Rabies Ganas dan Rabies
Tenang. Rabies disebabkan oleh
virus neurotropik yang merupakan virus dengan sasaran akhirnya
pusat susunan syaraf, otak dan sumsum tulang belakang dari hewan berdarah panas
dan manusia (Subroto, 2006).
Menurut
Soeharsono (2002) virus rabies dikeluarkan bersama air hewan yang terinfeksi
dan ditularkan melalui gigitan atau jilatan Hewan Penular Rabies (HPR),
terutama anjing, kucing dan kera (Depkes, 2000). Hewan lain misalnya sapi,
kerbau, kambing, domba, babi dan manusia juga
dilaporkan terjangkit virus rabies (Subroto, 2006). Setelah virus rabies
masuk melalui luka gigitan, maka selama 2 minggu virus tetap tinggal pada
tempat masuk dan di dekatnya, kemudian bergerak mencapai ujung-ujung serabut
saraf posterior tanpa menunjukkan perubahan-perubahan fungsinya. Masa inkubasi
bervariasi yaitu berkisar antara 2 minggu sampai 2 tahun, tetapi pada umumnya
3-8 minggu, berhubungan dengan jarak yang harus ditempuh oleh virus sebelum
mencapai otak. Sesampainya di otak virus kemudian memperbanyak diri dan
menyebar luas dalam semua bagian neuron, terutama mempunyai predileksi khusus
terhadap sel-sel sistem limbik, hipotalamus dan batang otak. Setelah
memperbanyak diri dalam neuron-neuron sentral, virus kemudian kearah perifer
dalam serabut saraf eferen dan pada saraf volunter maupun saraf otonom. Dengan
demikian virus menyerang hampir tiap organ dan jaringan didalam tubuh, dan
berkembang biak dalam jaringan-jaringannya, seperti kelenjar ludah, ginjal, dan
sebagainya.
Di
seluruh dunia tiap tahun diperkirakan 24.000 orang digigit anjing dan hewan
lainnya yang menderita rabies. Manusia yang menderita rabies selalu berakhir
dengan kematian (100% case fatality rate) (Subroto, 2006). Kejadian pertama
kali di Indonesia pada tahun 1984, pada tahun 1985 di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa
Yogyakarta terjangkit wabah rabies yang menyebabkan kematian 5 orang (Tagueha
AD dan Heru S, 2002). Kasus rabies diperkirakan sekitar 35.000 kasus di seluruh
dunia (Faisal, 2004). Di Indonesia rabies masih menjadi masalah kesehatan di 22
provinsi (Windiyaningsih, 2004). Jumlah rata-rata per tahun kasus gigitan pada
manusia oleh HPR tiga tahun terakhir (1995-1997) 15.000 kasus, diantaranya
8.550 ( 57%) diberikan Vaksin Anti Rabies (VAR) dan 662 (1,5%) diberikan
kombinasi VAR dan SAR (Serum Anti Rabies). Kasus rabies rata-rata per tahun 59
pada manusia, 2.244 spesimen hewan yang diperiksa, 1.327 (59 %) menunjukan
positif rabies (Depkes RI, 2005).
B.
Tujuan
1. Untuk mengetahui pengaruh lingkungan pada penyebaran
kasus rabies
BAB II
A.
Pembahasan
Di
seluruh dunia tiap tahun diperkirakan 24.000 orang digigit anjing dan hewan
lainnya yang menderita rabies. Manusia yang menderita rabies selalu berakhir
dengan kematian (100% case fatality rate) (Subroto, 2006). Kejadian pertama
kali di Indonesia pada tahun 1984, pada tahun 1985 di Jawa Tengah dan Daerah
Istimewa Yogyakarta terjangkit wabah rabies yang menyebabkan kematian 5 orang
(Tagueha AD dan Heru S, 2002). Kasus rabies diperkirakan sekitar 35.000 kasus
di seluruh dunia (Faisal, 2004). Di Indonesia rabies masih menjadi masalah
kesehatan di 22 provinsi (Windiyaningsih, 2004). Jumlah rata-rata per tahun
kasus gigitan pada manusia oleh HPR tiga tahun terakhir (1995-1997) 15.000
kasus, diantaranya 8.550 ( 57%) diberikan Vaksin Anti Rabies (VAR) dan 662 (1,5%)
diberikan kombinasi VAR dan SAR (Serum Anti Rabies). Kasus rabies rata-rata per
tahun 59 pada manusia, 2.244 spesimen hewan yang diperiksa, 1.327 (59 %)
menunjukan positif rabies (Depkes RI, 2005).
Rabies
disebabkan oleh virus rabies yang masuk ke keluarga Rhabdoviridae dan genus
Lysavirus. Karakteristik utama virus keluarga Rhabdoviridae adalah hanya
memiliki satu utas negatif RNA yang tidak bersegmen. Virus ini hidup pada
beberapa jenis hewan yang berperan sebagai perantara penularan. Spesies hewan perantara
bervariasi pada berbagai letak geografis. Hewan-hewan yang diketahui dapat
menjadi perantara rabies antara lain rakun (Procyon lotor) dan sigung
(Memphitis memphitis) di Amerika Utara, rubah merah (Vulpes vulpes) di Eropa,
dan anjing di Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Afrika, Asia, dan Amerika Latin
memiliki tingkat rabies yang masih tinggi. Hewan perantara menginfeksi inang
yang bisa berupa hewan lain atau manusia melalui gigitan. Infeksi juga dapat
terjadi melalui jilatan hewan perantara pada kulit yang terluka. Penyakit
ini sering terjadi di lingkungan dimana hewan yang dapat terkontaminasi virus
rabies lebih banyak daripada orang yang tinggal di lingkungan tersebut.
Penyebaran penyakit rabies terjadi dimana-mana dari daerah kutub hingga daerah
tropis dengan demikian kondisi iklim dan musim tidak mempengaruhi secara
langsung kejadian rabies di suatu daerah. Kejadian rabies akan sangat tinggi
pada saat hewan mulai bergerak dan beraktivitas mencari makan atau perkawinan,
semakin luas dan jauh wilayah yang dijelajahi induk semang rabies kemungkinan
tersebarnya rabies semakin besar.
Direktorat
Jenderal Produksi Peternakan, Departemen Pertanian menyatakan bahwa daerah kota
lebih jarang terjadinya kasus rabies daripada daerah pedesaan. Di beberapa negara industri, kontrol dilakukan dengan
pemberian vaksin oral pada hewan liar atau vaksinasi parenteral pada hewan
domestik. Pelaksanaan program vaksinasi ini menyebabkan penurunan angka
kematian di negara industri. Penularan
Rabies di lapangan (rural rabies) berawal dari suatu kondisi anjing yang tidak
dipelihara dengan baik atau anjing liar yang merupakan cirri khas yang ada di
pedesaan yang berkembang sangat fluktuatif dan sulit dikendalikan. Suatu
kondisi yang sangat kondusif untuk menjadikan suatu daerah dapat bertahan
menjadi daerah endemis. Secara alami dan yang sering terjadi pola penyebaran
Rabies. Pada umumnya manusia merupakan dead end atau terminal akhir dari korban
gigitan. Anjing liar, anjing peliharaan yang menjadi liar maupun anjing
peliharaan, setiap saat dapat menggigit manusia. Sementara itu anjing liar, anjing
peliharaan yang menjadi liar dan anjing pelihara dapat saling menggigit satu
sama lain. Kalau salah satu diantara anjing yang menggigit tersebut positif
Rabies, maka akan terjadi kasus-kasus positif (+) Rabies (Civas, 2011).
BAB III
A.
Penutup
Di seluruh dunia tiap tahun
diperkirakan 24.000 orang digigit anjing dan hewan lainnya yang menderita
rabies. Manusia yang menderita rabies selalu berakhir dengan kematian. Dengan menggunakan
konsep epidemiologi yaitu Trias Politica. Salah satunya yaitu lingkungan.
Dimana lingkungan sangat berperan aktif dalam penularan virus Rabies. Penyebaran
penyakit rabies terjadi dimana-mana dari daerah kutub hingga daerah tropis
dengan demikian kondisi iklim dan musim tidak mempengaruhi secara langsung
kejadian rabies di suatu daerah. Kejadian rabies akan sangat tinggi pada saat
hewan mulai bergerak dan beraktivitas mencari makan atau perkawinan, semakin
luas dan jauh wilayah yang dijelajahi induk semang rabies kemungkinan
tersebarnya rabies semakin besar.
Daftar Pustaka
Madding, Majematang dan
Fridolina Mau. 2014. Situasi Rabies dan Upaya Penanganan di Kabupaten Flores
Timur Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jurnal
Ekologi Kesehatan. Vol. 13, No. 2 (137-145)
Parwis, Muhammad, Teuku Reza
Ferasyi dan Muhammad Hambal, dkk. 2014. Kajian
Pengetahuan, Sikap, Dan Tindakan Masyarakat Dalam Mewaspadai Gigitan Anjing
Sebagai Hewan Penular Rabies (HPR) Di Kota Banda Aceh. Jurnal Medika Veterinaria. Vol.10 (1)
Mau, Fridolina, Yustino Desato dan Bernadus
Yuliadi, dkk. Pemetaan Daerah Penyebaran Kasus Rabies Dengan Metode Gis (Geographical
Informasion System) Di Kabupaten Sikka Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jurnal Vektoral III. Vol 1.
Sopi, Ira Indriati dan Fridolina Mau. 2015. Gambaran
Rabies Di Kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2006-2014. Jurnal Balaba. Vol. 11 (1)
No comments:
Post a Comment