A.
Latar Belakang
Penyakit Virus Ebola juga
sering disebut dengan nama Ebola Haemorragic Fever (EHF). Virus ini akan
menyerang dan merusak sel-sel hidup untuk memproduksi genom mereka sendiri.
Oleh karena itu virus Ebola ini akan menyerang sistem darah dimana penderitanya
akan mengalami pendarahan di tubuh dan akan menularkan pada penderita lain
melalui sentuhan langsung dengan cairan tubuh. Gejala seseorang yang terjangkit
virus Ebola antara lain demam mendadak, lemah, otot nyeri, sakit kepala, sakit
tenggorakan, diikuti muntah, diare, ruam, gangguan ginjal dan hati, perdarahan
internal dan eksternal. Ebola merupakan
virus yang ditemukan dan diidentifikasi pada 1976. Virus itu pertama kali
muncul di Zaire, yang sekarang bernama Republik Demokratik Kongo, wabah
penyakit ini sebagian besar menyebar di wilayah negara-negara di Benua Afrika.
Wabah virus ebola kembali muncul pada tahun 2014 di Afrika, berdasarkan data
yang dikeluarkan oleh WHO sejak Maret 2014 hingga Oktober 2014 sudah terdapat
tiga negara yang menjadi negara terkategori paling buruk dalam penyebaran virus
ebola yaitu Sirrea Lione, Liberia, dan Guinea, namun selain tiga negara itu
beberapa negara juga memiliki kasus penyebaran virus ebola yang kecil tetapi
dengan tingkat isolasi yang ketat yaitu Senegal, Nigeria, Spanyol di Eropa dan
Amerika Serikat. Hingga 22 Maret 2015, WHO mengeluarkan data terbaru penyebaran
virus ebola meningkat hingga 24.872 kasus di Guinea,Liberia, dan Sierra Leone,
jumlah kasus ketiga negara terparah ini merupakan 99% dari total jumlah 24.907
orang yang terinfeksi dan 10.326 orang korban meninggal dunia (Republika, 13
Oktober 2014) di sembilan negara yaitu Guinea, Liberia, Sierra Leone, Mali,
Nigeria, Senegal, Spanyol, Inggris,dan Amerika Serikat. Di Indonesia, sampai saat
ini belum ada laporan kasus positif EVD. Pada tahun 2014, 2 orang tenaga kerja
Indonesia asal Kediri, Jawa Timur, dilaporkan diduga terjangkit EVD setelah
pulang dari Liberia, dan setelah dilakukan pemeriksaan medis menunjukkan keduanya
tidak tertular virus Ebola.Virus ini sangat mudah menular dan sangat mematikan,
serta belum ditemukan vaksin yang terbukti efektif dan efisien untuk manusia.
Untuk itu, diperlukan usaha pencegahan yang adekuat, sehingga mengurangi risiko
tertular virus. Sampai saat ini penelitian terhadap virus Ebola terus
berlangsung secara progresif. Pengenalan penyakit pada fase awal, rehidrasi
cairan, dan pengobatan simptomatik yang adekuat dapat meningkatkan kelangsungan
hidup.
B.
Pengertian Ebola
Ebola Virus Disease (EVD)
adalah salah satu dari banyak penyakit demam berdarah virus. Ini adalah
penyakit yang sering berakibat fatal pada manusia dan primata. EVD disebabkan
oleh infeksi dengan virus dari genus Ebola virus. Ketika infeksi terjadi,
gejala biasanya muncul secara tiba-tiba. Spesies Ebolavirus pertama ditemukan
pada tahun 1976 di tempat yang sekarang dikenal sebagai Republik Demokratik
Kongo dekat Sungai Ebola. Sejak itu, wabah terus muncul secara sporadis. Ada
lima subspecies dari Ebolavirus. Empat dari lima telah menyebabkan penyakit
pada manusia yaitu, Virus Ebola (Zaira Ebolavirus), Virus Zudan (Sudan
ebolavirus), Virus Tai Forest (TAI Forest ebolavirus, sebelumnya pantai Gading
ebolavirus), dan Virus Bundibugyo (Bundibugya ebolavirus). Kelima Virus Reston
(Reston ebolavirus), yang telah menyebabkan penyakit pada primata bukan
manusia, tapi tidak manusia. Host reservoir dari Ebolavirus masih belum
diketahui. Namun, atas dasar bukti yang tersedia dan sifat virus yang sama,
peneliti percaya bahwa kelelawar menjadi reservoir yang paling mungkin. Empat
dari lima subtype terjadi pada host hewan asli Afrika.
C.
Penularan Ebola
Transmisi virus Ebola
masuk ke dalam tubuh manusia melalui kontak langsung dari darah, sekret tubuh,
organ atau cairan tubuh lainnya dari individu yang terinfeksi. Di Afrika, pada
upacara kremasi dari penderita yang terinfeksi virus Ebola yang kemudian
terkontak dengan individu yang sehat bisa menyebabkan terjadinya penularan
virus ini. Infeksi terjadi ketika cairan-cairan tubuh tersebut menyentuh
mulut, hidung, atau luka terbuka orang sehat. Bersentuhan melalui kasur,
pakaian, atau permukaan yang terkontaminasi juga bisa menyebabkan infeksi,
tetapi pada orang sehat hanya melalui luka terbuka. Transmisi virus dari hewan ke manusia juga dapat
terjadi saat manusia berkontak dengan jaringan dan cairan tubuh dari hewan yang
terinfeksi. Proteksi terhadap tenaga kesehatan yang menangani penderita Ebola
juga sangat penting. Walaupun virus Ebola tidak ditularkan melalui udara,
penularan lewat droplet bisa terjadi di laboratorium.
Virus Ebola menginfeksi subjek melalui kontak dengan cairan
tubuh atau sekret pasien terinfeksi dan didistribusikan melalui sirkulasi.
Kontak dapat terjadi melalui lecet di kulit selama perawatan pasien, ritual
penguburan, dan mungkin kontak dengan daging terinfeksi atau di permukaan
mukosa. Jarum suntik dapat merupakan rute utama paparan di rumah sakit. Sekitar
1 minggu setelah infeksi, virus mulai melakukan replikasi pada sel – sel target
utama, yaitu sel endotel, fagosit mononuklear, dan hepatosit. Virus kemudian
mengambil alih sistem kekebalan dan sintesis protein dari sel yang terinfeksi.
Barulah kemudian virus Ebola mulai mensintesis glikoprotein yang membentuk
trimerik kompleks, berfungsi mengikat virus ke sel-sel endotel yang melapisi
permukaan interior pembuluh darah. Glikoprotein juga membentuk protein dimer,
yang memungkinkan virus menghindari sistem kekebalan tubuh dengan menghambat
langkah-langkah awal aktivasi neutrofil. Kehadiran partikel virus dan kerusakan
sel yang dihasilkan menyebabkan pelepasan sitokin, yang berhubungan dengan
demam dan peradangan. Efek sitopatik infeksi di selsel endotel menghilangkan
integritas vaskuler. Tanpa integritas pembuluh darah, kebocoran darah secara
cepat menimbulkan perdarahan internal dan eksternal sampai tahap masif dan
bahkan dapat menyebabkan syok hipovolemik.
D.
Gejala Klinis
Onset
penyakit ini setelah terjadi inkubasi ialah 2-21 hari. Gejala klinis dapat
dibagi dalam 4 fase, yaitu:3
1. Fase
A: Influenza like syndrome. Terjadi gejala atau tanda nonspesifik
seperti panas tinggi, sakit kepala, artralgia, mialgia, nyeri tenggorokan,
lemah badan, dan malaise.
2. Fase
B: Bersifat akut (hari ke 1-6). Terjadi demam persisten yang tidak berespon
terhadap obat anti malaria atau antibiotik, sakit kepala, lemah badan yang
terus menerus, dan diikuti oleh diare, nyeri perut, anoreksia, dan muntah.
3. Fase
C: Pseudo-remisi (hari ke 7-8). Selama periode ini penderita merasa sehat
dengan konsumsi makanan yang baik. Sebagian penderita dapat sembuh dalam
periode ini dan selamat dari penyakit.
4. Fase
D: Terjadi agregasi (hari ke 9). Pada beberapa kasus terjadi penurunan kondisi
kesehatan yang drastis diikuti oleh gangguan respirasi; dapat terjadi gangguan
hemostasis berupa perdarah-an pada kulit (petekia) serta gangguan
neuropsikiatrik seperti delirium, koma, gangguan kardiovaskular, dan syok
hipovolemik
E.
Faktor Lingkungan
Yang Mempengaruhi
Wabah virus
ebola yang terjadi saat ini (2014) terjadi pada 4 negara di Afrika yakni,
Guinea, Liberia, Sierra Leone, dan Nigeria. Sampai 4 September 2014, total
kasus yang dicurigai dan yang terkonfirmasi ebola sebanyak 3.069 kasus (dengan
1.752 kasus terkonfirmasi secara laboratorium) telah dilaporkan di
negara-negara tersebut, menyebabkan kematian sebanyak 1.552. Berdasarkan
analisis genetik, 97% identik dengan Zaire ebolavirus yang teridentifikasi
baru-baru ini (awal tahun 2014) pada kasus-kasus yang terjadi di Gabon,
Republik Demokrasi Congo (DRC). Hutan hujan tropis di Afrika merupakan
ekosistem umum untuk munculnya virus ebola (yaitu Hutan Western Kongo Swamp
dekat Yambuku, Hutan tai di Pantai Gading, dan Hutan Minkebé di Gabon),
hutan-hutan tersebut menyediakan keanekaragaman hayati hewani. Epidemi penyakit
ebola tampaknya terjadinya musiman, dilaporkan wabah DBE pada manusia dan
primata non-manusia terjadi terutama selama musim hujan.
F.
Faktor
Sosial Budaya
Budaya serta kepercayaan masyarakat
turut mempengaruhi penyebaran infeksi ebola. Tradisi memandikan jenazah, serta
menyentuh jenazah oleh seluruh anggota keluarga sebelum dikebumikan (love
touch) memiliki risiko terinfeksi ebola yang sama dengan orang yang merawat
penderita ebola. Kepercayaan akan penyakit disebabkan oleh kekuatan jahat dan
mencari pertolongan melalui dukun (withdoctor) turut berperan dalam lambatnya
penanganan pasien ebola sehingga infeksi dapat menyebar dengan cepat dalam
komunitas.
G.
Pengobatan dan
Tatalaksana
Sampai saat ini belum ada terapi spesifik yang terbukti
efektif, sehingga prinsip penatalaksaannya berupa terapi suportif.
Penatalaksanaan syok juga harus dipikirkan karena kebocoran vaskuler pada
sirkulasi sistemik. Rehidrasi cairan baik oral maupun parenteral harus segera
diberikan untuk mencegah ataupun memperbaiki kondisi syok. Pengobatan lain
bersifat simptomatis
H.
Pencegahan
Pencegahan terhadap infeksi virus Ebola mencakup
beberapa hal:
1.
Isolasi pasien infeksi Ebola dari pasien lainnya
2.
Mengurangi penyebaran penyakit dari kera dan babi yang
terinfeksi ke manusia. Hal ini dapat dilakukan dengan memeriksa hewan tersebut
terhadap kemungkinan infeksi, serta membunuh dan membakar hewan dengan benar
jika ditemukan menderita penyakit tersebut. Memasak daging dengan benar dan
mengenakan pakaian pelindung ketika mengolah daging juga mungkin berguna,
begitu juga dengan mengenakan pakaian pelindung dan mencuci tangan ketika
berada di sekitar orang yang menderita penyakit tersebut. Sampel cairan dan
jaringan tubuh dari penderita penyakit harus ditangani dengan sangat hati-hati.
3.
Menggunakan sarung tangan dan per-lengkapan pelindung diri
yang lengkap, dalam hal ini standard precautions (termasuk mencuci
tangan sebelum dan sesudah memeriksa pasien)
4.
Persiapan pembakaran dengan benar jenazah individu yang
meninggal karena virus Ebola untuk mencegah penularan
Pengendalian
dan pencegahan infeksi merupakan kunci untuk menurunkan penyebaran infeksi dari
pasien ke tenaga medis, tenaga medis ke tenaga medis, serta dari pasien ke
komunitas. Bukti menunjukkan bahwa wabah ebola terindikasi kuat terjadi melalui
rute transmisi utamanya, yakni kontak langsung (kulit yang tidak intak dan
membran mukosa) dan kontak dengan darah atau cairan tubuh penderita, tidak
langsung dengan lingkungan yang terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh atau
droplet.
Daftar Pustaka
Jayanegara, Andi Putra. 2016. Ebola Virus
Disease-Masalah Diagnosis dan Tatalaksna. CDK-243. Vol. 43 (8): 572-575
Wuryadi, Suharyono. 1996. Virus Ebola Asia. Media
Litbangkes. Vol. 6 (1) : 15-18
Dharmayanti, NLPI dan I Sendow. 2015. Ebola: Penyakit
Eksotik Zoonosis Yang Perlu Diwaspadai. Wartazoa. Vol. 25 (1): 029-038
Kristianti, Evi. 2015. Upaya Who (World Health Organization) Dalam Menanggulangi Virus
Ebola Di Afrika Barat 2014-2015. eJournal Ilmu Hubungan Internasional. Vol.
3(3): 533-546
Hendrawati, Asri. 2014. Kenali Ebola. JKKI. Vol.
6(1): 1-2
Sudarwono, Pratiwi P. 2015. Biosecurity dalam
Kedokteran dan Kesehatan. Biosecurity dalam Kedokteran. Vol. 3(1): 1-7
Rampengan, Novie H. 2014. Infeksi Virus Ebola.
Jurnal Biomedik (JBM). Vol. 3(1): 137-140
Yanti, Henni Alvira dan Aryati. 2015. Penyakit Virus
Ebola. Indonesia Journal Of Clinnical Phatology and Medical Laboratory. Vol.
21(2) : 195-201
Professor and Head, Department of Microbiology,
Kasturba Medical College. 2014. Ebola Virus Disease: Getting to Know a New
Emerging Foe. Journal
of International Medicine and Dentistry. Vol. 1(2): 48-58
Lisbet. 2014. Upaya
Internasional Untuk Mengatasi Penyeban Virus Ebola. Info Singkat Hubungan
Internasional. Vol. 6(19) : 5-8
No comments:
Post a Comment