Pengertian Higiene Sanitasi Makanan, TPM dan Penjamah
Makanan
(secara ringkas by
kusumaningayu)
Makanan merupakan salah satu sumber
penting untuk kelangsungan hidup manusia dan merupakan kebutuhan dasar manusia
yang wajib dipenuhi guna menjaga kesehatan, meningkatkan kecerdasan dan
produktivitas kerjanya. Oleh karena itu makanan yang berkualitas baik harus
bergizi tinggi, mempunyai rasa yang lezat, menarik, bersih dan tidak
membahayakan bagi tubuh, untuk itu diperlukan sistem penyelenggaraan yang baik
(Wulandari, 2011). Menurut Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan
menyebutkan bahwa peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan diselenggarakan
melalui berbagai macam kegiatan, salah satunya adalah pengamanan makanan dan
minuman. Upaya pengamanan makanan dan minuman akan lebih ditingkatkan untuk
mendukung peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan secara berhasil guna dan
berdaya guna. Semua itu merupakan upaya untuk melindungi masyarakat dari
makanan dan minuman yang tidak memenuhi persyaratan mutu (Depkes RI, 2009). Makanan
yang tidak dikelola dengan baik dan benar oleh penjamah makanan dapat
menimbulkan dampak negatif seperti penyakit dan keracunan akibat bahan kimia,
mikroorganisme, tumbuhan atau hewan, serta dapat pula menimbulkan alergi.
Dari data Profil Kesehatan Indonesia
tahun 2016 kasus diare di Bali di tahun 2016 sebanyak 112.126 penduduk, untuk
penanganan diare sebanyak 32.651 penduduk atau 29,1% penduduk yang baru
tertangani, sedangkan dari data Dinas Kesehatan Kota Denpasar data jumlah
penduduk yang terserang diare dari tahun 2016 sebanyak 10.582 penduduk. Berdasarkan Data Profil Kesehatan Tahun 2014 di Kota
Denpasar terdapat 652 Tempat Pengolahan Makanan yang terdiri dari jasa boga,
rumah makan/restoran, depot air minum, makanan jajanan dengan hasil pemeriksaan
85,28 % memenuhi syarat higien sanitasi. TPM yang tidak memenuhi syarat
sebanyak 96 TPM (14,72 %) dari seluruh TPM yang ada dilanjutkan dengan
pembinaan.
Tempat pelayanan umum yang
mengolah dan menyediakan makanan bagi masyarakat, maka penjual makanan memiliki
potensi yang cukup besar untuk menimbulkan gangguan kesehatan atau penyakit
bawaan makanan yang dihasilkannya. Dengan demikian kualitas makanan yang
dihasilkan, disajikan dan dijual oleh penjual makanan harus memenuhi syarat
kesehatan seperti lokasi dan bangunan, fasilitas sanitasi,peralatan, pengolahan
makanan yang baik dan penjamah makanannya sendiri (Departemen Kesehatan, 2006).
Dalam
Kepmenkes RI No 1098 tahun 2003 persyaratan hygiene sanitasi adalah
ketentuan-ketentuan teknis yang ditetapkan terhadap produk rumah makan dan
restoran, personel dan perlengkapannya yang meliputi persyaratan bakteriologis,
kimia dan fisika. Untuk
mencegah timbulnya gangguan kesehatan, maka dilakukan pengujian mikrobiologis pada makanan
yang dikonsumsi.
Indikator
pencemaran mikroba adalah total koliform dan E. coli. Total koliform
adalah suatu kelompok bakteri yang digunakan sebagai indikator adanya polusi
kotoran. Total koliform yang berada di dalam makanan atau minuman menunjukkan
kemungkinan adanya mikroba yang bersifat enteropatogenik dan atau toksigenik
yang berbahaya bagi kesehatan. Pada
penelitian Payastiti Yunita dan Utami Dwipayanti (2010) tentang Kualitas
Mikrobiologi Nasi Jingo Berdasarkan Angka Lempeng Total Coliform Total Dan Escherichia Coli hasil pemeriksaan
bakteri E.coli (47,8 %) terdekteksi
positif bakteri E.coli. Primaningrum
(2006) menemukan bahwa 100 % dari 13 sampel sate ikan languan tidak memenuhi
persyaratan kandungan Coliform dan 9
(69,2 %) diantaranya positif E.coli.
Pada penelitian Susanna dkk (2010) hasil pemeriksaan makanan yang dijual oleh
PKL di Jalan Margonda menunjukkan bahwa hampir separuh (41 %) sampel makanan
terkontaminasi oleh E.coli. Kontaminasi
bakteri E.coli dan Coliform dapat terjadi selama proses
produksi makanan yang diawali dari persiapan makanan atau pengolahan, penyajian
serta penyimpanan makanan. Sumber kontaminasi potensial yang lain adalah
penjamah makanan, peralatan pengolahan dan peralatan makan, serta adanya
kontaminasi silang.
Berdasarkan penelitian
tentang higiene sanitasi penjamah makanan, Fajriyati (2016) di Rumah Sakit
Orthopedi Prof. DR. R. Soeharso Surakarta dimana perilaku penjamah makanan
kurang dari 50 % berperilaku kurang baik. Selain itu penelitian lain tentang
sanitasi rumah makan, Yunus (2015) mengemukakan bahwa adanya hubungan yang
signifikan antara sanitasi pengelolaan sampah pada rumah makan dengan
kontaminasi bakteri E.coli pada
makanan. Dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap makanan yang
disediakan di luar rumah, maka produk-produk yang dihasilkan oleh rumah makan
untuk kepentingan umum haruslah terjamin kesehatan dan keselamatannya. Seperti
makanan sate keong/kakul, melimpahnya keong di
area persawahan membuat masyarakat tertarik untuk mengolahnya menjadi panganan
etnik khas Bali, seperti sate. Banyak masyarakat yang menyukai panganan olahan
sate keong sawah. Sebagai
salah satu makanan yang digemari oleh masyarakat, peneliti ingin meneliti
sanitasi tempat pengolahan makanan dan sanitasi penjamah makanan.
No comments:
Post a Comment