Friday, June 21, 2019

EDUCATION : TPA SARBAGITA


A.    Asal Mula Terbentuknya TPA REGIONAL SARBAGITA
TPA Regional Sarbagita, merupakan TPA yang dirancang untuk melayani 4 wilayah (Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar, dan Kabupaten Tabanan). Pertumbuhan penduduk dan aktivitas ekonomi mengakibatkan peningkatan volume sampah. Peningkatan volume sampah mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan seperti pencemaran air, udara, dan tanah. Berdampak terhadap menurunnya derajat kesehatan, sehingga diperlukan sarana dan prasarana pengelolahaan sampah yang memadai. Tahun 2012 UPT pengelolahaan sampah dinas pekerjaan umum dibentuk berdasarkan perda No. 4 thaun 2011 tentang organisasi dan tata kerja perangkat daerah Provinsi Bali yang bertugas untuk mengelola TPA Regional, dan Peraturan Gubernur Bali No, 100 tahun 2011 tentang Organisasi dan Rincian Tugas Pokok UPT di lingkungan Dinas PU Provinsi Bali. Sesuai UU No. 18 tahun 2009 tentang pengelolahaan sampah, diperlukan revitalisasi sarana dan prasarana yang ada agar tidak menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan dengan sistem pengelolahaan sampah Sanitary Landfill. Total luas lahan TPA Regional Sarbagita ± 32,46 Ha, dimana 10 Ha dikelola oleh PT. NOEI ( Navigat Organic Energy Indonesia) bekerja sama dengan BPKS (Badan Pengelolahan Sampah Terpadu) dengan kerjasama antara pemda sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan) sedangkan lahan seluas 22,46 Ha saat ini dikelola oleh Pemerintah Provinsi Bali dengan perjanjian kerjasama kolaborasi antara Dinas Kehutanan Provinsi Bali dengan Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bali tentang integrasi dan Kolaborasi Pengelolahan TPA Regional Sarbagita dengan ekowisata di Tahura Ngurah Rai.
Tempat Pembungan Akhir (TPA) Suwung menjadi tempat pelabuhan terakhir sampah-sampah yang diproduksi masyarakat kota Denpasar. Tidak hanya bagi masyarakat Kota Denpasar, TPA Suwung Denpasar juga tadi penampungan sampah dari kabupaten lain yang tergabung dalam pemerintahaan sarbagita yakni Denpasar, Badung, Gianyar, dan Kabupaten Tabanan. Dengan luas lahan TPA 32,48 hektar Dinas Kebersihan (DKP) Kota Denpasar dalam pengelolahannya menerapkan sistem kontrol landfel, dn sanitary landfel. Menurut kadis DKP Ketut Wisada didampingi kepala bidang TPA DKP Kota Denpasar, A.A Raka Wedana yang ditemui oleh kami  Beliau mengatakan bahwa penerapan sistem ini dilakukan untuk menurunkan tingginya tumpukan sampah yang berada di beberapa sisi TPA Suwung. Sistem ini dilakukan dengan menumpuk tumpukan sampah dengan tanah secara bertahap, hal ini mampu menurunkan tingginya tumpukan sampah yang saat ini tidak boleh lebih dari 10-15 meter. Beberapa sanitary landfel ini nantinya akan ditanami pohon salah satunya trambesi. Sehingga situasi hijau di kawasan TPA Suwung dapat lebih rindang.
Hal ini bermula dari pemikiran bagaimana penanggulangan sampah yang volumenya selalu meningkat dan selalu menjadi masalah besar terutama di kota-kota besar di Indonesia. Hingga tahun 2020 mendatang, volume sampah perkotaan di Indonesia diperkirakan akan meningkat lima kali lipat (Ivan, 2003). Begitu pula dengan kota Denpasar diprediksi jumlah sampah perhari yang diterima TPA Suwung sekitar 1.842 m³, bahkan bisa mencapai 3.368 m³ atau setara dengan 1.852 ton sampah basah atau 650 ton sampah padat kering siap pakai bila ditambah pasokan sampah dari Kabupaten Badung, Gianyar dan Tabanan (Nawawi, 2003).   Dari jumlah sampah yang besar itu, sangat memungkinkan kesinambungan ketersediaan sampah setiap harinya. Sedangkan proses pengolahan sampah yang sedang berjalan saat ini dilokasi TPA Suwung adalah dengan sistem ”Open Dumping” saja, dimana sampah hanya diletakkan begitu saja dilapangan terbuka tanpa adanya proses lebih lanjut, sehingga semakin hari sampah semakin menumpuk dan memerlukan lahan yang lebih luas serta pencemarannya menimbulkan berbagai masalah lingkungan, bukan hanya sekedar pemandangan yang tak sedap atau bau busuk yang ditimbulkan namun ancaman terhadap kesehatan pun akan meluas.
B.     Gambaran TPA REGIONAL SARBAGITA

Pengelolaan sampah adalah semua kegiatan yang dilakukan untuk menangani masalah sampah sejak ditimbulkan sampaidengan pembuangan akhir. Secara garis besar, kegiatan pengelolaan samapah meliputi pengendalian timbulan sampah, pengumpulan sampah, transfer dan transportasi, pengolahan dan pembuangan akhir.
Masalah sampah sampai saat ini masih menjadi masalah yang krusial karna dampaknya bias terkena pada sisi kehidupan. volume sampah yang dihasilkan per orang rata-rata 0,5 kg/kapasitas dan dengan perkiraan 10.000 ton/hari untuk sumber sampah yang terbanyak dari permukiman, rumah tangga, pasar dan sampah kota, dengan jumlah ysng masih tergolong sangat besar tersebut, maka adanya penanganan sampah yang khusus yaitu dengan cara pengomposan. Kota Denpasar menggunakan TPA Suwung sebagai lokasi pembuangan akhir sampah, alternative pembuangan akhir yang dilakukan sekarang ini menggunakan sanitary landfill. Teknologi sanitary landfill yang dikenakal secara umum yaitu sampah dimasukan kedalam lubang, lalu bagian atas sampah ditimbun tanah. Selanjutnya bagian atas timbunan tersebut ditimbun lagi menggunakan sampah dan di tutup lagi dengan menggunakan tanah dan begitu seterusnya. Dengan demikian areal tanah akan lebih efisien karena dapat menghasilkan biogas dari landfill yang berada di bawah permukaan tanah. Akan tetapi menggunakan metode sanitary landfill ini juga menimbulkan permasalahan lingkungan seperti pencemaran tanah, bau, berkembangnya vector penyakit dan berkurangnya estetika lingkungan. Salah satu cara untuk membantu mengurangi permasalahan yang ada dengan melakukan daur ulang sampah dengan penekanan pada proses pengomposan. Proses pengomposan menjadi penting karena 50%-80% sampah kota merupakan sampah organik yang dapat di jadikan kompos. Kompos merupakan hasil penguraian persial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara signifikan oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, baik aerobik maupun anaerobik. Komposting juga merpakan proses dimana bahan organic mengalami penguraian secara biologis, oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik tersebut sebagai sumber energi. Pada dasarnya semua bahan organik padat dapat di jadikan kompos, misalnya limbah organic rumah tangga, sampah-sampah organik pertanian, sampah-sampah organik kota, sampah-sampah organik pasar, pabrik kertas, pabrik gula dll. Jika proses komposting ini berjalan lancar adapun manfaat yang bisa diperoleh yaitu:
1.      Aspek Ekonomi
·         Kompos merupakan salah satu upaya reduksi sampah, sehingga akan mereduksi biaya oprasional pemusnahan sampah.
·         Dengan reduksi sampah, maka dapat memperpanjang usia TPA, sehingga akan mengurangi overload untuk TPA.
·         Kompos sangat dibutuhkan khususnya dalam bidang pertanian, seingga merupakan produk yang dapat dijual.
2.      Aspek Lingkungan
·         Proses pengomposan merupakan proses daur ulang alamiah, sehingga mengembalikan bahan- bahan organic kedalam siklus biologis.
·         Dengan reduksi sampah, maka tumpukan sampah berkurang, pembakaran sampah serta pembuangan sampah ke suangai juga akan berkurang sehingga lingkungan menjadi lebih bersih, sehata, dan dapat mengurangi pencearan di lingkungan sekitar TPA.
3.      Aspek Sosial
·         Membuka lahan pekerjaan
·         Menjadi obyek pembelajaran masyarakat dan di dunia pendidikan.
Selain pengomposan menjadi pupuk organik bagi pertanian, sampah ternyata juga bisa diolah untuk menghasilkan tenaga listrik. Sampah organic pada dasarnya adalah biomassa (senyawa organic) yang dikonversi menjadi energi melalui sejumlah proses pengolahan, baik dengan maupun tanpa oksigen yang bertemperatur tinggi. Energy yang dihassilkan berbentuk energy listrik, gas, energi panas dan energi dingin yang banyak dibutuhkan oleh industri, perkantoran, hotel. Rencana dari TPA Suwung ini juga memiliki oengomposan yang sama agar dapat mneghasilkan energi listrik, namun sampai saat ini TPA Suwung belum juga dapat merealisasikannya dikarenakan volume sampah yang ada di TPA ini sangat banyak.
Air Lindi merupakan limbah cair yang timbul akibat masuknya air ekternal kedalam timbunan samapah, melarutkan dan membilas sampah-sampah teralarut, termaksud juga sampah organic hasil proses dekomposisi biologis. Dapat dikatakan kualitas lindi yang dihasilkan akan banyak tergantung pada masuknya air dari luar, sebagian besar dari air hujan, disamping dipengaruhi oleh aspek operasional yang diterapkan seperti aplikasi tanah penutup, kemiringan permukaan, kondisi iklim, dan sebagainya. Namun TPA Suwung ini tidak melakukan pemerosesan untuk air lindi ini. TPA Suwung hanya merencanakan hasil composting ini untuk menghasilakan energi listrik.
Pemeliharaan TPA secara umum dimaksud utuk menjaga agar setiap prasarana dan sarana yang ada selalu dalam kondisi siap oprasi dengan unjuk kerja yang baik. Sesuai tahapannya perlu diutamakan kegiatan pemeliharaan yang bersifat preventif untuk mencegah terjadinya kerusakan dengan melaksanakan pemeliharaan yang ruti. Serta melakukan pemeliharaan kolektif dimaksudkan untuk segara melakukan perbaikan pada kerusakan-keruakan kecil agar tidak dapat berkembang menjadi besar dan kompleks.
Masalah yang berkaitan dengan pengelolaan TPA saat ini yaitu menurunkan kualitas TPA yang sebagian besar dari sanitary landfill menjadi open dumping. Untuk mendukung pencapaian sasaean pembangunan TPA maka pemerintah menyusun kebijakan dan strategi guna memelihara TPA. Adapun pemeliharaan untuk TPA Suwung ini yaitu :
1.      Pihak pengelolaan dapat menjamin samapah diturunkan, ditutup dan di padatkan secara efisien.
2.      Air sampah (lindi) dan gas harus dikontrol dan dikeringkan untuk menjaga kondisi operasi yang terbaik dan melindungi kesehatan masyarakat serta kesehatan lingkungan.
3.      Pengelolaan TPA sampah harus bertanggung jawab terhadap operasional dan pemeliharaan sanitary landfill.
4.      Pemeriksaan kedatangan sampah
5.      Pengecekan rute pembungan
Sampah itu pada dasarnya tidak diproduksi, tetapi ditimbulakn. Timbulan sampah yang dihasilkan untuk suatu koda sangat tergantung dari jumlah penduduk dan aktivitas masyarakat yang ada di daerah tersebut. Untuk kota-kota di Indonesia, timbulan dan komposisi sampah perkotaan rata-rata 2,5-3,5 liter/orang/hari. Menurut SNI 19-3964-1994 tentang Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan dan KOmposisi Sampah Perkotaan , bila data pengamatan lapangan belum tersedia, maka untuk menghitung besaran timbulan sampah dapat digunakan nilai timbulan sampah sebagai berikut:
a.       Satuan timbulan sampah kota besar = 2-2,5 liter/orang/hari atau 0,4-0,5 kg/orang/hari.
b.      Satuan timbulan sampah kota sedang atau kecil = 1,5-2 liter/orang/hari, atau 0,3-0,4 kg/orang/hari.
Komposisi sampah yaitu komponen fisik sampah seperti  sisa-sisa  makanan,  kertas, karbon,  kayu,  kain  tekstil,  karet  kulit,  plastik,  besi,  kaca,  dll.  Komposisi sampah biasanya dinyatakan sebagai % berat atau % volume terhadap kelompok atau sejenisnya. Sampah rumah tangga pada umumnya mengandung bahan mudah membusuk yang  tinggi  (bisa mencapai  75-80%)  dan  kadar  air yang tinggi (65-70%). Adapun yang dimaksud dengan penanganan sampah di tempat atau pasa sumbernya adalah semua perlakuan terhadap sampah yang dilakukan sebelum sampah ditempatkan dilokasi tempat pembuangan akhir. Suatu material yang sudah dibuang atau tidak dibutuhkan lag, sering kali masih memiliki nilai ekonomis. Penanganan sampah ditempat, dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penanganan sampah pada tahapan penanganan sampah pada tahap-tahap selanjutnya dan mengurangi volume sampah yang akan dibuang ke TPA. Peran serta masyarakat merupakan hal yang sangat penting dalam pengelolaan sampah. Dalam program jangka panjang setiap rumah tanggadisarankan mengelola sendiri sampahnya melalui prinsip 3R. Adapun prinsip 3R yang bias diterapkan dakam keseharian yaitu sebagai berikut:
a.       Reduce (mengurangi)
Meminimalisasi barang atau material yang digunakan, seperti:
1.      Membawa tas belanja sendiri untuk mengurangi sampah kantong plastik pembungkus barang belanja.
2.      Membeli kemasan isi ulang daripada membeli kemasan baru setiap habis sekali pakai
3.      Membeli susu, makanan kering, detergen dan lain-lain dalam paket yang besar daripada membeli beberapa paket kecil untuk volume yang sama. Semakin banyak kita menggunakan material,  semakin  banyak  sampah yang dihasilkan.

b.      Reuse (memakai kembali)
Sebisa mungkin pilihlah barang-barang yang bisa dipakai kembali. Hindari pemakaian barang-barang yang disposable (sekali pakai, buang). Hal ini dapt memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum menjadi sampah. Misalnya adalah :
1.      Memnfaatkan botol-botol bekas untuk wadah
2.      Memanfaatkan kantong plastik bekas kemasan belanja untuk pembungkus
3.      Memanfaatkan pakaian atau kain-kain bekas untuk kerajinan tangan, perangkat pembersih (lap), maupun bebrbagai keperluan lain.
c.       Recycle (daur ulang)
Daur ulang adalah salah satu strategi pengelolaan sampah padat yang terdiri atas kegiatan pemilahan, pengumpulan pemrosesan, pendistribusian dan pembuatan produk / material bekas pakai.Tidak semua barang bisa didaur  ulang. Material yang dapat didaur ulang antara lain adalah :
1.      Botol bekas wadah kecap, saos, sirup, krim kopi baik yang putih bening maupun yang berwarna terutama gelas atau kaca yang tebal.
2.      Kertas, terutama kertas bekas di kantor, koran, majalah, kardus kecuali kertas yang berlapis (minyak atau palstik).
3.      Plastik bekas wadah sampo, air mineral, jerigen, ember dan lain-lain.
4.      Sampah basah organik dapat diolah menjadi kompos.

Penanganan Sampah dengan Metode Sanitary Landfiil
Dalam penggunaan metode sanitary landfill, alternatif atau cara pengisian lahan TPA sesuai dengan kondisi lahan yang tersedia yang terdiri dari Metode Area, Metode Trench, dan Metode Slope (Tchobanoglous, 1977).
a.      Metode Area (Area Method). Metode ini umumnya digunakan untuk lahan yang tidak rata dan luas.
b.      Metode Slope (Ram Method). Di sini sampah disebarkan dan dipadatkan sedemikan sehingga membentuk kemiringan (slope) tertentu. Tanah penutup dapat diperoleh dari hasil penggalian bagian dasar dari slope tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.7 Pengoperasian Metode Slope (Ram Method)
c.       Metode Trench (Trench Method). Metode Trench diterapkan untuk tanah yang datar dan luas relatif kecil serta tersedia tanah penutup yang cukup. Sampah dibuang ke dalam lubang dan kemudian ditutup dengan tanah penutup pada akhir hari operasi. Tanah penutup diperoleh dari hasil penggalian lubang yang diletakkan di tepi galian lubang dan digunakan setelah parit terisi sampah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.8 Pengoperasian Metode Trench (Trench Method)
C.    Masalah – Masalah Yang Dihadapi TPA
-          Masyarakat Belum Melakukan Pengelolaan Sampah Berbasis “Zero Waste” Skala Rumah Tangga Secara Mandiri
Sampah adalah material sisa dari aktivitas manusia yang tidak memiliki keterpakaian, karenanya harus dikelola. Tanpa pengelolaan secara baik dan benar, sampah dapat menimbulkan kerugian karena akan menyebabkan banjir, meningkatnya pemanasan iklim, menimbulkan bau busuk, mengganggu keindahan, memperburuk sanitasi lingkungan dan ancaman meningkatnya berbagai macam penyakit. Pertumbuhan penduduk di Bali menyebabkan kenaikan volume sampah yang dihasilkan juga. Peningkatan jumlah sampah terjadi seiring deret ukur sedangkan ketersedian lahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah mengikuti deret hitung.
Hal ini mengakibatkan lahan TPA memiliki umur yang pendek karena tidak mampu lagi menampung sampah yang ada. Rendahnya teknologi yang dimiliki dan lemahnya infrastruktur menimbulkan permasalahan sampah yang cukup rumit terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Pemerintah selaku stakeholder mempunyai kewajiban untuk menerapkan sistem pengelolaan sampah yang efektif dalam mengatasi permasalahan sampah. Selain itu, peran serta masyarakat juga diharapkan dapat membantu mengatasi masalah tersebut karena kurangnya kesadaran masyarakat terhadap masalah akibat keberadaan sampah mempunyai andil besar dalam memperburuk tata kelola sampah. Konsep yang sering dilakukan adalah konsep 3R (Reduce, Reuse dan Recycle), konsep ini sangat cocok untuk dilakukan di negara berkembang karena konsep ini dilakukan tanpa menggunakan teknologi dan menggunakan peran masyarakat sebagai pelaku yang menghasilkan sampah. Namun konsep 3R ini hanya menjadi slogan saja yang tidak pernah dilaksanakan konsepnya.
Solusi untuk mengatasi masalah ini adalah pengelolaan sampah secara mandiri pada skala rumah tangga. Pengelolaan sampah skala rumah tangga dapat dilakukan dengan konsep zero waste. Prinsip nol sampah atau zero waste merupakan konsep pengelolaan sampah yang didasarkan pada kegiatan daur ulang (Recycle). Pengelolaan sampah dilakukan dengan melakukan pemilahan, pengomposan dan pengumpulan barang layak jual (Ika, 2000). Menurut Maharani, dkk (2007), penggunaan kembali, minimalisasi, dan daur ulang sampah adalah hal yang sangat perlu dilakukan  untuk mengurangi timbulan sampah yang membebani TPA dan lingkungan. Jika memungkinkan, 3R dilakukan sejak dari sumber timbulan sampah sehingga terjadi minimalisasi sampah yang  diangkut menuju TPA. Zero waste pada dasarnya bukanlah pengelolaan hingga tidak ada lagi sampah yang dihasilkan karena tidak ada aktivitas manusia yang tidak menghasilkan sampah. Namun, konsep ini menekankan pada upaya pengurangan hingga nol jumlah sampah yang masuk ke TPA. Namun pada masyarakat Denpasar dan sekitarnya penerapan prinsip nol sampah atau zero waste belum terlaksana dengan baik, jumlah angkutan sampah yang datang dan juga peningkatan jumlah sampah yang terdapat pada TPA Regional Sarbagita membuktikan bahwa masyarakat masih belum sadar dan paham akan pemilihan sampah dalam skala rumah tangga. Jika hal ini terus dibiarkan maka setiap tahunnya peningkatan jumlah sampah akan terus terjadi.
-          Belum Adanya Pihak Lain Yang Dapat Mengelola Sampah Lintas Wilayah TPA Regional SARBAGITA
Pada tahun 2007 Pihak TPA Sarbagita pernah bekerjasama dengan PT NOEI untuk mengolah sampah menjadi energi listrik. Namun sejak beroperasi di tahun 2007 hingga kini, PT NOEI belum mampu mengolah sampah dengan baik. Ketidak optimalan kinerja PT NOEI membuat semakin hari volume sampah yang tertimbun di TPA Suwung semakin menumpuk. Sampai saat ini PT NOEI hanya mampu menghasilkan 0,86 mega watt listrik, sangat jauh dari komitmen awal perjanjian dimana PT NOEI akan menghasilkan listrik sebesar 10 mega watt. Pengolahan sampah melalui IPST ini belum berjalan dengan baik karena PT NOEI belum dapat merealisasikan teknologi gasifikasi. Teknologi gasifikasi yang akan dikembangkan oleh PT NOEI memerlukan biaya yang cukup tinggi. Kerjasama Pemerintah Daerah Sarbagita dengan PT NOEI memiliki jangka waktu hingga 20 Tahun. Kewajiban dari Pemerintah Daerah Sarbagita dalam kemitraan ini yaitu menyediakan sampah minimum 500 ton perharinya serta menyediakan lahan untuk pembangunan instalasi pengolahan sampah terpadu. Seluruh pembiayaan pembangunan serta pengolahan sampah menjadi tanggung jawab dari pihak PT NOEI. Selain mengolah sampah untuk dijadikan listrik, IPST juga akan mengolah sampah untuk dijadikan kompos. Proyek IPST Sarbagita mulai beroperasi sejak tahun 2007 tepatnya tanggal 13 Desember 2007. Sejak mulai beroperasi hingga kini, IPST Sarbagita belum efektif dalam mengelola sampah-sampah yang berada di area TPA Suwung. Semakin banyaknya volume sampah yang dikirim ke TPA Suwung tidak diimbangin dengan pengelolaan yang baik sehingga TPA Suwung kini berubah menjadi pegunungan sampah. Jika merujuk pada kesepakatan kontrak kemitraan antara pemerintah Sarbagita dengan PT NOEI, PT NOEI berkewajiban untuk mengelola seluruh sampah yang ada di TPA Suwung baik itu sampah baru maupun sampah lama untuk dijadikan listrik. PT NOEI berkewajiban untuk menghasilkan listrik hingga 10 megawatt dan listrik tersebut akan dijual kepada pihak PLN. Terhitung sejak mulai beroperasi di tahun 2007 hingga kini PT NOEI hanya mampu menghasilkan listrik sebesar 0,86 megawatt listrik yang dimana sangat jauh dari komitmen awal kerjasama yaitu listrik yang dihasilkan adalah sebesar 10 megawatt. Setelah memutuskan kontrak dengan PT NOEI sampai saat ini belum ada investor yang mau mengelola sampah di TPA Regional Sarbagita. Sampai saat ini Pemerintah Sarbagita masih membuka pintu untuk para investor yang mau mengelola sampah di TPA Regional Sarbagita.
-          Bau Sampah Yang Tercium Sampai Ke Pemukiman Warga Dan Perubahan Aliran Dan Volume Tanah
Sampah yang tertimbun di TPA Regional Sarbagita mengeluarkan aroma yang busuk. Bau sampah yang dihasilkan ternyata tercium sampai kepemukiman warga. Beberapa kali warga yang tinggal di area sekitar TPA Regional Sarbagita melayangkan protes kepada pihak TPA karena bau sampah yang sangat mengganggu. Selain itu masyarakat sekitar juga pernah akan memaksa menutup TPA bila aroma tak sedap tersebut belum hilang. Masalah lain yang akan timbul yaitu terjadinya perubahan pada aliran dan volume tanah yang ditimbulkan akibat adanya pembuatan lapisan kedap air di sekitar lokasi. Dengan terjadinya perubahan pada aliran dan volume air tanah di sekitar lokasi maka kemungkinan akan mengganggu kepentingan dan fungsi dari sumur-sumur yang selama ini dipergunakan penduduk sekitar lokasi. Secara geologi akan terjadi perubahan struktur lapisan tanah sebagai akibat dilakukannya pembersihan lahan, pematangan tanah maupun pelapisan oleh sampah atau tanah itu sendiri. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya perubahanangka permeabilitas tanah, berkurangnya daya dukung tanah dan berkurangnya kesuburan tanah karena hilangnya humus penyubur tanah.
D.    Penyelesaian/Solusi
Melihat masalah diatas penyelesaian atau solusi yang dapat diberikan adalah sebagai brikut
-          Masyarakat Belum Melakukan Pengelolaan Sampah Berbasis “Zero Waste” Skala Rumah Tangga Secara Mandiri
Pemerintah Daerah hendaknya menerapkan peraturan PP No.81 Tahun 2012 yang mewajibkan setiap warganya untuk melakukan pemilahan sampah dari sumbernya serta menerapkan sangsi bagi yang tidak bersedia memilah sampah harus mengelola sampahnya sendiri dengan membuang sampah ditempat sendiri. Selain itu juga pemerintah menggencarkan kembali tentang pengolahan sampah berbasis “Zero Waste” sampai ke ibu - ibu rumah tangga, dan juga memperbaiki sistem yang sudah ada dengan cara menyediakan bak sampah dan truk dengan warna yang berbeda untuk masing-masing jenis sampah. Pemerintah Daerah melalui Dinas Kebersihan yang melibatkan aparatur kecamatan/ Kelurahan agar memantau proses pemilahan sampah yang dilakukan oleh rumah tangga secara periodik/ berkala. Aspek sosial-budaya juga berperan dalam tercapainya pelaksanaan pengelolaan sampah berbasis zero waste secara mandiri yaitu adanya agent of change sekaligus block leader di dalam lingkungan rumah yang menyebarluaskan informasi dan memotivasi anggota keluarga yang lain untuk melakukan pengelolaan sampah terutama dalam pemilahan sampah.
-          Belum Adanya Pihak Lain Yang Dapat Mengelola Sampah Lintas Wilayah TPA Regional SARBAGITA
Setelah memutuskan kontrak dengan PT NOEI Pemerintah Daerah Sarbagita masih mencari pihak ketiga yang dapat diajak untuk bekerjasama dalam mengatasi masalah. Rekomendasi yang dapat kami berikan yaitu pembuatan bank sampah di areal TPA Regional Sarbagita. Meskipun hanya dapat mengurangi sedikit sampah di TPA Sarbagita, jika program ini dilakukan secara benar dan terstruktur dalam jangka waktu yang lama maka sampah-sampah dapat berkurang sedikit. Selain itu pemerintah hendaknya lebih aktif lagi untuk mencari pihak ketiga yang dapat membantu mengelola sampah di TPA Regional Sarbagita dengan skala yang lebih besar sehingga permasalahan sampah yang ada di TPA Regional Sarbagita dapat tertangani dengan lebih baik.
-          Bau Sampah Yang Tercium Sampai Ke Pemukiman Warga Dan Perubahan Aliran Dan Volume Tanah
Rekomendasi yang dapat kami berikan dalam permasalahan ini yaitu dengan mengefektifkan dan memaksimalkan sistem pengolahan yang ada di TPA Suwung seperti sanitari landfill, program ini pernah digunakan namun karena keterbatasan dana akhirnya diberhentikan. Kelebihan dari sistem ini adalah dapat mencegah timbulnya bau dan penyakit namun kekurangan dari sistem ini yaitu pemerintah harus menyiapkan dana yang lebih untuk membeli tanah yang digunakan untuk menimbun sampah selain itu juga dapat menimbulkan bau gas yang dapat mencemarkan udara. Sebelum dilakukan penimbunan sebaiknya sampah diolah terlebih dahulu dengan caradihancurkan dengan tujuan untuk memperkecil volume sampah agar memudahkan pemampatan sampah. Untuk melakukan ini tentunya perlu tambahan pekerjaanyang berujung pada tambahan dana.























DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2006. Laporan Akhir Perencanaan Teknis TPA Regional Bangli. Denpasar : Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu Pengembangan Kinerja Pengelolaan Persampahan dan Drainase Provinsi Bali.
Anonim. 2008. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. Jakarta : Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia.
Ariawan, Rusdi. 2010. Pengaruh Sistem Pengolahan Sampah Di TPA Suwung Terhadap Lingkungan Sekitar. Retrieved from : https://www.scribd.com/doc/33690422/Pengaruh-Sistem-Pengolahan-Sampah-Di-TPA-Suwung-Terhadap-Lingkungan-Sekitar diakses pada tanggal 15 Oktober 2017
Artiningsih, N. K. A. (2008). Peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah rumah tangga (Studi kasus di Sampangan dan Jomblang, Kota Semarang) (Doctoral dissertation, program Pascasarjana Universitas Diponegoro).
Astuti, D. (2008). Analisis Kualitas Air Lindi di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Putri Cempo Mojosongo Surakarta. Jurnal kesehatan1, 29-37.
Darmawi, H. 2006. Manajemen Risiko. Cetakan kesepuluh. Jakarta : Bumi Aksara.
Gede Indra Partha, Cokorda. 2010. Penggunaan Sampah Organik Sebagai Pembangkit Listrik Di TPA Suwung – Denpasar. Teknologi Elektro. Vol. 9 (2).
Patimah, Siti. Kemitraan Kolaboratif Pemerintah Daerah Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan) Dengan Pihak Swasta Pt Noei Dalam Pengelolaan Sampah Di Wilayah Sarbagita. Retrieved from : https://ojs.unud.ac.id/index.php/citizen/article/download/9441/6985 diakses pada tanggal 15 Oktober 2017
Ulfah, M. (2004). Gambaran Pengelolaan Sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipayung Kota Depok. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta8, 2000-2010.
Wahyuning Widiani, Ika. 2012. Pengelolaan Sampah Berbasis “Zero Waste” Skala Rumah Tangga Secara Mandiri. Jurnal Sains dan Teknologi.

No comments:

Post a Comment